Sabtu, 18 Maret 2017

RMK 3 (BANK DAN LEMBAGA LAINNYA) - Otoritas Jasa Keuangan/OJK


OTORITAS JASA KEUANGAN



Artikel Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ringkasan Mata Kuliah III
Dosen Pembimbing : Khresna Bayu Sangka



Ratih Puspitasari
K7716052
Pendidikan Akuntansi






FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017

A.     Pengertian Pengawasan
Setiap perusahaan dalam melaksanakan aktivitas baik yang belum berjalan atau yang sedang berjalan harus melakukan pengawasan agar manajemen perusahaan berjalan dengan baik. Tujuan pengawasan antara lain untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga akan mudah dicapai, dan agar tidak terjadi penyimpangan atas apa yang telah direncanakan sebelumnya. Sehingga apabila suatu waktu terjadi penyimpangan akan mudah diatasi. Pengawasan yang dimaksud dilakukan terhadap SDM (Sumber Daya Manusia), sistem yang dijalankan, proses, output serta sarana dan prasarana perusahaan.
Salah satu bidang pengawasan yang paling penting adalah bidang keuangan, karena banyak kasus penyimpangan dalam bidang keuangan. Misalkan perilaku penyelewengan karyawan baik disengaja maupun tidak disengaja. Penyimpangan akan berdampak luas terhadap masyarakat, misalkan perusahaan melakukan tindakan kejahatan berupa penipuan atas aktivitas usahanya yang merugikan masyarakat dan pemerintah.
            Menurut Kasmir (2014), yang dimaksud dengan pengawasan adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengawasi dan mengendalikan seluruh kegiatan perusahaan, baik penyusunan anggaran, proses kegiatan perusahaan, catatan, dan laporan terhadap hasil kegiatannya. Pengawasan dapat dilakukan secara rutin tidak boleh terputus. Artinya harus dilakukan secara melekat atau terus menerus.

B.     Otoritas Jasa Kuangan (OJK)
1.      Pengertian
Menurut UU No 21 Tahun 2011 Pasal 1 dijelasakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
OJK memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya bagi masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia bisnis.
-          Bagi masyarakat : memberikan perlindungan dan rasa aman atas investasi atau transaksi yang dijalankan lewat lembaga jasa keuangan.
-          Bagi pemerintah : akan memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan perolehan pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa yang berkualitas baik.
-          Bagi dunia bisnis : pengelolaannya semakin baik dan perusahaan yang dijalankan semakin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan memperoleh keuntungan yang maksimal.
Sebelum dikeluarkannya UU No 21 Tahun 2011 pengawasan yang dilakukan terhadap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dilakukan oleh 2 (dua) lembaga yang ditunjuk pemerintah, yaitu :
1)      Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia. Artinya semua aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh BI, termasuk dalam hal memberi izin, menindak, atau membubarkan bank.
2)      Lembaga keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya kegiatannya diawasi oleh Kemetrian Keuangan (Bapepam LK)
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non bank seperti Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Setahun kemudian, peralihan yang sama dilakukan untuk pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan disektor perbankan dari BI ke OJK. Artinya setelah keluarnya UU N0. 21 Tahun 2011 maka seluruh pengawasan yang berhubungan jasa keuangan, baik untuk jasa keuangan bank maupun jasa bukan bank dilakukan oleh OJK.
2.      Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan kepada 3 (tiga) landasan, yaitu :
a)      Landasan filosofis. Mewujudkan perekonomian nasional yang mempu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua sektor perekonomian, serta  memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia.
b)      Landasan yuridis.
-          Pasal 33 UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
-          UU No. 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2008 tentang Perbankan Kedua Atas UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi undang-undang.
c)      Landasan sosiologis.
(1.) Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi dan informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
(2.) Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan diberbagai subsektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
(3.) Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan  moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.

3.      Visi dan Misi
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum. Artinya cita-cita OJK utamanya adalah menginginkan jasa keuangan yang dijalankan oleh lembaga keuangan mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:
a.       Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b.      Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
c.       Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.​​

4.      Tujuan, Fungsi, dan Tugas
a.       Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1)      Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2)      Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3)      Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
b.      Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
c.       Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan yaitu :
-          Perbankan
-          Pasar modal
-          Asuransi
-          Dana pensiun
-          Lembaga pembiayaan
-          Pegadaian
-          Lembaga penjaminan
-          Lembaga pembiayaan ekspor Indonesia
-          Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan
-          Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan

5.      Wewenang
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a.       Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
(1.) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
(2.) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b.      Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
(1.) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
(2.) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
(3.) Sistem informasi debitur;
(4.) Pengujian kredit (credit testing); dan
(5.) Standar akuntansi bank;
c.       Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
(1.) Manajemen risiko;
(2.) Tata kelola bank;
(3.) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
(4.) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
d.      Pemeriksaan bank.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.       Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b.      Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c.       Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d.      Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e.       Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f.       Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g.       Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h.      Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i.        Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.       Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b.      Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif;
c.       Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d.      Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu;
e.       Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f.       Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g.       Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h.      Memberikan dan/atau mencabut:
(1.) Izin usaha;
(2.) Izin orang perseorangan;
(3.) Efektifnya pernyataan pendaftaran;
(4.) Surat tanda terdaftar;
(5.) Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
(6.) Pengesahan;
(7.) Persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
(8.) Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
6.      Asas-Asas OJK
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
a.       Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b.      Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
c.       Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
d.      Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e.       Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.       Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
g.       Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

7.      Struktur Organisasi Otoritas Jasa Keuangan
Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner diangkat dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
a.       Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
-          Ketua merangkap anggota;
-          Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
-          Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
-          Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
-          Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
-          Ketua Dewan Audit merangkap anggota;
-          Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
-          Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
-          Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.
b.      Pelaksana Kegiatan Operasional Terdiri Atas:
-          Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
-          Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
-          Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
-          Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
-          Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
-          Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
-          Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.

8.      Nilai Strategis OJK
a.       Intergritas. Adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
b.      Profesionalisme.
c.       Sinergi. Adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
d.      Inklusif. Adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
e.       Visioner. Adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Foward Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out Of The Box Thinking).

9.      Perlindungan Konsumen dan Masyarakat
Bentuk perlindungan yang diberikan OJK kepada masyarakat adalah meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. Kemudian OJK akan melakukan pembelaan hukum untuk kepentingan konsumen berupa pengajuan gugatan di pengadilan terhadap pihat-pihak yang menyebabkan kerugian bagi konsumen di sektor jasa keuangan.
OJK juga memberikan peringantan kepada perusahaan yang dianggap menyimpang agar segera memperbaikinya. Kemudian memberikan informasi kepada masyarakat tentang aktivitas perusahaan yang dapat merugikan masyarakat.

10.  Anggaran dan Akuntabilitas Pelaksanaan Tugas
Untuk menjalankan sebuah usahanya lembaga usaha pasti membutuhkan sejumlah dana agar usaha tersebut dapat berjalan. Tanpa ada dukungan dari dana, maka akan sulit mendapatkan keuntungan atau hasil yang memuaskan. OJK juga memerlukan sejumlah dana untuk menjalankan usahanya. Sumber dana atau anggaran OJK berasal dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Sebagai bentuk akuntabilitas dalam perencanaan maupun penggunaan anggaran OJK wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari DPR. Dan wajib menyusun laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada Presiden dan DPR. Selain itu wajib menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik yang ditujuk oleh BPK.
11.  Penyidikan dan Pemidanaan
Selain pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), penyidikan juga dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK.
Ketentuan pemidanaan di dalam UU OJK meliputi :
-          Perbuatan-perbuatan terhadap pelanggaran kerahasiaan informasi yang subjeknya adalah setiap orang perseorangan atau korporasi.
-          Perbuatan-perbuatan terhadap pelaksanaan kewenangan OJK dalam perlindungan konsumen.
-          Perbuatan-perbuatan dalam hal tidak mengabaikan perintah tertulis dari OJK.

12.  Kegiatan OJK
Berikut adalah tugas OJK dalam melaksanakan dibidang pengaturan dan pengawasan terhadap :
a.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
b.      Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
c.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

13.  Kode Etik OJK
Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas, Sinergi, dan Kesetaraan.










DAFTAR REFERENSI

Kasmir.(2014).“Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
UU RI No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan


RMK 3 (BANK DAN LEMBAGA LAINNYA) - Otoritas Jasa Keuangan/OJK

OTORITAS JASA KEUANGAN Artikel Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ringkasan Mata Kuliah III Dosen Pembimbing : Khresna Bayu San...