OTORITAS JASA
KEUANGAN

Artikel Ini Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Ringkasan Mata Kuliah III
Dosen Pembimbing :
Khresna Bayu Sangka
Ratih Puspitasari
K7716052
Pendidikan Akuntansi
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
2017
A.
Pengertian Pengawasan
Setiap perusahaan
dalam melaksanakan aktivitas baik yang belum berjalan atau yang sedang berjalan
harus melakukan pengawasan agar manajemen perusahaan berjalan dengan baik. Tujuan
pengawasan antara lain untuk mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya
sehingga akan mudah dicapai, dan agar tidak terjadi penyimpangan atas apa yang
telah direncanakan sebelumnya. Sehingga apabila suatu waktu terjadi
penyimpangan akan mudah diatasi. Pengawasan yang dimaksud dilakukan terhadap
SDM (Sumber Daya Manusia), sistem yang dijalankan, proses, output serta sarana
dan prasarana perusahaan.
Salah satu bidang
pengawasan yang paling penting adalah bidang keuangan, karena banyak kasus penyimpangan
dalam bidang keuangan. Misalkan perilaku penyelewengan karyawan baik disengaja
maupun tidak disengaja. Penyimpangan akan berdampak luas terhadap masyarakat,
misalkan perusahaan melakukan tindakan kejahatan berupa penipuan atas aktivitas
usahanya yang merugikan masyarakat dan pemerintah.
Menurut
Kasmir (2014), yang dimaksud dengan pengawasan adalah aktivitas yang dilakukan
untuk mengawasi dan mengendalikan seluruh kegiatan perusahaan, baik penyusunan
anggaran, proses kegiatan perusahaan, catatan, dan laporan terhadap hasil
kegiatannya. Pengawasan dapat dilakukan secara rutin tidak boleh terputus.
Artinya harus dilakukan secara melekat atau terus menerus.
B.
Otoritas Jasa Kuangan (OJK)
1.
Pengertian
Menurut UU No 21 Tahun 2011 Pasal 1 dijelasakan
bahwa Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga
yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Sedangkan yang dimaksud dengan Lembaga Jasa Keuangan
adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
OJK memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya
bagi masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia bisnis.
-
Bagi
masyarakat : memberikan perlindungan dan rasa aman atas investasi atau
transaksi yang dijalankan lewat lembaga jasa keuangan.
-
Bagi
pemerintah : akan memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan
perolehan pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan
jasa yang berkualitas baik.
-
Bagi
dunia bisnis : pengelolaannya semakin baik dan perusahaan yang dijalankan
semakin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan memperoleh keuntungan yang
maksimal.
Sebelum
dikeluarkannya UU No 21 Tahun 2011 pengawasan yang dilakukan terhadap
perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dilakukan oleh 2 (dua) lembaga yang
ditunjuk pemerintah, yaitu :
1)
Lembaga
keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia. Artinya semua
aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh BI, termasuk dalam hal memberi
izin, menindak, atau membubarkan bank.
2)
Lembaga
keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya kegiatannya diawasi oleh
Kemetrian Keuangan (Bapepam LK)
Sejak
tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan non bank seperti Pasar Modal, Perasuransian,
Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya diawasi
oleh Otoritas Jasa Keuangan. Setahun kemudian, peralihan yang sama dilakukan
untuk pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan disektor perbankan dari
BI ke OJK. Artinya setelah keluarnya UU N0. 21 Tahun 2011 maka seluruh
pengawasan yang berhubungan jasa keuangan, baik untuk jasa keuangan bank maupun
jasa bukan bank dilakukan oleh OJK.
2.
Pembentukan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan kepada 3 (tiga) landasan, yaitu :
a)
Landasan
filosofis. Mewujudkan perekonomian nasional yang mempu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua
sektor perekonomian, serta memberikan
kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia.
b)
Landasan
yuridis.
-
Pasal
33 UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
-
UU
No. 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan Perpu No. 2 Tahun 2008 tentang Perbankan
Kedua Atas UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi undang-undang.
c)
Landasan
sosiologis.
(1.) Globalisasi dalam sistem keuangan
dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi dan informasi serta inovasi finansial
telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling
terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
(2.) Adanya lembaga jasa keuangan yang
memiliki hubungan kepemilikan diberbagai subsektor keuangan (konglomerasi)
menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di
dalam sistem keuangan.
(3.) Banyaknya permasalahan lintas
sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral
hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan
terganggunya stabilitas sistem keuangan.
3.
Visi
dan Misi
Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi
lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi
pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan
kesejahteraan umum. Artinya cita-cita OJK utamanya adalah menginginkan jasa
keuangan yang dijalankan oleh lembaga keuangan mampu memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Misi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah:
a.
Mewujudkan
terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel;
b.
Mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil;
c.
Melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat.
4.
Tujuan,
Fungsi, dan Tugas
a.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan:
1)
Terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2)
Mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3)
Mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
b.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa
keuangan.
c.
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan yaitu :
-
Perbankan
-
Pasar
modal
-
Asuransi
-
Dana
pensiun
-
Lembaga
pembiayaan
-
Pegadaian
-
Lembaga
penjaminan
-
Lembaga
pembiayaan ekspor Indonesia
-
Perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan
-
Penyelenggara
program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan
5.
Wewenang
Untuk
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang:
a.
Pengaturan
dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
(1.) Perizinan untuk pendirian bank,
pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan
dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta
pencabutan izin usaha bank; dan
(2.) Kegiatan usaha bank, antara lain
sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b.
Pengaturan
dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
(1.) Likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum
pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
(2.) Laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank;
(3.) Sistem informasi debitur;
(4.) Pengujian kredit (credit
testing); dan
(5.) Standar akuntansi bank;
c.
Pengaturan
dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:
(1.) Manajemen risiko;
(2.) Tata kelola bank;
(3.) Prinsip mengenal nasabah dan anti
pencucian uang; dan
(4.) Pencegahan pembiayaan terorisme
dan kejahatan perbankan; dan
d.
Pemeriksaan
bank.
Untuk melaksanakan tugas
pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.
Menetapkan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b.
Menetapkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c.
Menetapkan
peraturan dan keputusan OJK;
d.
Menetapkan
peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e.
Menetapkan
kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f.
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa
Keuangan dan pihak tertentu;
g.
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa
Keuangan;
h.
Menetapkan
struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan
menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i.
Menetapkan
peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a.
Menetapkan
kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b.
Mengawasi
pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh kepala eksekutif;
c.
Melakukan
pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain
terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
d.
Memberikan
perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau pihak tertentu;
e.
Melakukan
penunjukan pengelola statuter;
f.
Menetapkan
penggunaan pengelola statuter;
g.
Menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
h.
Memberikan
dan/atau mencabut:
(1.) Izin usaha;
(2.) Izin orang perseorangan;
(3.) Efektifnya pernyataan
pendaftaran;
(4.) Surat tanda terdaftar;
(5.) Persetujuan melakukan kegiatan
usaha;
(6.) Pengesahan;
(7.) Persetujuan atau penetapan
pembubaran; dan
(8.) Penetapan lain, sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
6.
Asas-Asas
OJK
Otoritas
Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berlandaskan asas-asas sebagai
berikut:
a.
Asas
independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b.
Asas
kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
c.
Asas
kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
d.
Asas
keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e.
Asas
profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.
Asas
integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap
tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan; dan
g.
Asas
akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.
7.
Struktur
Organisasi Otoritas Jasa Keuangan
Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Dewan Komisioner diangkat dan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
a.
Dewan
Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
-
Ketua
merangkap anggota;
-
Wakil
Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
-
Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
-
Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
-
Kepala
Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota;
-
Ketua
Dewan Audit merangkap anggota;
-
Anggota
yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen;
-
Anggota
Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank
Indonesia; dan
-
Anggota
Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I
Kementerian Keuangan.
b. Pelaksana Kegiatan Operasional
Terdiri Atas:
-
Ketua
Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I;
-
Wakil
Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II;
-
Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan;
-
Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal;
-
Kepala
Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga
Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB;
-
Ketua
Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
-
Anggota
Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang
Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
8.
Nilai
Strategis OJK
a.
Intergritas.
Adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan
sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
b.
Profesionalisme.
c.
Sinergi.
Adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal maupun
eksternal secara produktif dan berkualitas.
d.
Inklusif.
Adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta memperluas
kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
e.
Visioner.
Adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Foward Looking) serta dapat berpikir di
luar kebiasaan (Out Of The Box Thinking).
9.
Perlindungan
Konsumen dan Masyarakat
Bentuk perlindungan yang diberikan OJK kepada
masyarakat adalah meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya
apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. Kemudian OJK akan
melakukan pembelaan hukum untuk kepentingan konsumen berupa pengajuan gugatan
di pengadilan terhadap pihat-pihak yang menyebabkan kerugian bagi konsumen di
sektor jasa keuangan.
OJK juga memberikan peringantan kepada perusahaan
yang dianggap menyimpang agar segera memperbaikinya. Kemudian memberikan
informasi kepada masyarakat tentang aktivitas perusahaan yang dapat merugikan
masyarakat.
10. Anggaran dan Akuntabilitas
Pelaksanaan Tugas
Untuk menjalankan sebuah usahanya lembaga usaha
pasti membutuhkan sejumlah dana agar usaha tersebut dapat berjalan. Tanpa ada dukungan
dari dana, maka akan sulit mendapatkan keuntungan atau hasil yang memuaskan.
OJK juga memerlukan sejumlah dana untuk menjalankan usahanya. Sumber dana atau
anggaran OJK berasal dari APBN dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan
kegiatan di sektor jasa keuangan.
Sebagai bentuk akuntabilitas dalam perencanaan
maupun penggunaan anggaran OJK wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan
dari DPR. Dan wajib menyusun laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara
berkala kepada Presiden dan DPR. Selain itu wajib menyusun laporan keuangan
tahunan yang diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan
Publik yang ditujuk oleh BPK.
11. Penyidikan dan Pemidanaan
Selain pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI), penyidikan juga dilakukan oleh pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang tugas dan tanggungjawabnya meliputi pengawasan sektor jasa
keuangan di lingkungan OJK.
Ketentuan
pemidanaan di dalam UU OJK meliputi :
-
Perbuatan-perbuatan
terhadap pelanggaran kerahasiaan informasi yang subjeknya adalah setiap orang
perseorangan atau korporasi.
-
Perbuatan-perbuatan
terhadap pelaksanaan kewenangan OJK dalam perlindungan konsumen.
-
Perbuatan-perbuatan
dalam hal tidak mengabaikan perintah tertulis dari OJK.
12. Kegiatan OJK
Berikut
adalah tugas OJK dalam melaksanakan dibidang pengaturan dan pengawasan terhadap
:
a.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor Perbankan
b.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor Pasar Modal
c.
Kegiatan
jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
13. Kode Etik OJK
Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai
kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner
yang bertugas mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK
terhadap Kode Etik.
Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam
perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi OJK yakni Integritas,
Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas, Sinergi, dan Kesetaraan.
DAFTAR
REFERENSI
Kasmir.(2014).“Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”.Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
UU RI No 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan